Tuesday, November 24, 2020

Melanie Perkins, CEO Canva Yang Kini Orang Terkaya Ke 3 Di Australia

 Melanie Perkins, CEO Canva Yang Kini Orang Terkaya Ke 3 Di Australia


Pandemi COVID-19 membuat sektor ekonomi terpukul. Namun tampaknya, hal tersebut tidak berlaku bagi startup asal Australia bernama Canva, yakni sebuah platform desain gratis. Hal tersebut membuat Melanie Perkins, pendiri sekaligus CEOnya berhasil menjadi orang terkaya ke-3 di Australia. 

Penggunaan Canva meningkat 50% sejak pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia. Akhir Juni kemarin, Canva bernilai US$ 6 miliar atau setara Rp 87,2 triliun, melonjak dari US$ 3,2 miliar. Adanya peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya pengguna yang menyadari betapa pentingnya sebuah platform desain yang lebih kolaboratif dan terjangkau di tengah pandemi. Dan Canva mampu menyediakan itu semua. 

Kesuksesan Canva tersebut berhasil membuat Melanie Perkins menjadi wanita terkaya ke-3 di Australia. Dilansir dari Daily Mail, kekayaan Melanie mencapai US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 36,3 triliun (kurs Rp 14,548.50). Tidak hanya itu, Melanie juga menjadi miliarder termuda di Australia dan salah satu CEO wanita termuda yang memimpin tech startup bernilai lebih dari US$ 1 miliar. 

Ide mendirikan Canva berawal dari permasalahan yang ia alami. Saat berusia 19 tahun, Melanie mengajar desain komputer sebagai bagian dari studinya di Communications and Commerce di University of Western Australia. Ia kemudian menyadari betapa sulitnya untuk merancang dan mencetak sesuatu. 

Ia pun ingin membuat proses desain menjadi mudah dan sederhana. Sejalan dengan hal itu, ia pun memiliki mimpi untuk membangun bisnis di bidang grafik desain. 

Di tahun 2007 saat tahun terakhirnya di kampus, ia menunda studinya untuk fokus pada Fusion Yearbooks, yakni sebuah perusahaan yang fokus pada desain buku tahunan. Ia mendirikan perusahaan tersebut di ruang tamu rumahnya. Hingga saat ini, Fusion Yearbooks masih beroperasi, bahkan menjadi penerbit buku tahunan terbesar di Australia. 

Di pertengahan tahun 2012, Melani beserta pacarnya, Cliff Obrecht, yang kini telah menjadi tunangannya mendirikan Canva. Namun sebelum Canva bisa sesukses sekarang, Melanie telah mengalami beratus-ratus penolakan. 

Tinggal di Australia membuat Melanie sulit untuk menjangkau investor besar di bidang teknologi, karena kebanyakan investor tersebut berbasis di California Utara. Demi memperjuangkan Canva, Melanie pun tinggal bersama saudaranya di San Fransisco selama tiga bulan untuk mengajukan proposal kepada lebih dari 100 investor. Namun, semuanya menolak. 

Untuk mendapatkan funding atau pendanaan bagi Canva menjadi sebuah tantangan yang besar. “Saya mendengar kata ‘tidak’ atau ‘belum’ berkali-kali, tetapi saya selalu mendengarkan pertanyaan dari para investor dan memperbaiki serta membuat konsep bisnis kami lebih kuat lagi,” ucap Melanie dikutip dari Entrepreneur. 

Setelah mengalami berbagai penolakan, di tahun 2012, Canva berhasil mengumpulkan sekitar US$ 3,6 juta dari investor top di Australia, termasuk Matrix Partners, Interwest Partners, dan 500 Startup. Dan berkat kegigihannya untuk mendapatkan investor, Canva berhasil menarik perhatian aktor Woody  Harrelson dan Owen Wilson. Kedua bintang hollywood tersebut menyukai ide dari Canva, dan memutuskan untuk berinvestasi. 

Di tahun 2014, Canva pun berhasil mencapai 1 juta pengguna. Saat itu, orang-orang ramai menggunakan media sosial, seperti Instagram dan Twitter. Mereka ingin terlihat keren di media sosial dan membutuhkan suatu platform atau alat yang bisa memudahkan mereka melakukan hal tersebut. 

Seiring kesuksesannya, di tahun 2018 Canva masuk ke dalam daftar startup unicorn. Sekarang, lebih dari 30 juta orang dari 190 negara menggunakan platform desain tersebut dan ada 3 miliar desain yang sudah dihasilkan dari para pengguna Canva. 

Menurut Melanie, salah satu alasan utama kesuksesan Canva adalah adanya literasi tentang desain yang mumpuni dan semakin meningkat. “Orang-orang ingin menyajikan sesuatu dengan lebih kreatif. Bahkan di sekolah, murid-murid didorong untuk lebih terlibat dengan berbagai bentuk desain,” ungkap Melani.
 
Ada banyak platform desain yang sejenis, namun menurut Melanie yang menjadikan Canva spesial adalah penyelesaian masalah yang ditawarkan. Merancang sesuatu bisa sangat sulit bagi orang yang bukan desainer. Ditambah pula adanya tekanan dimana orang-orang diharapkan untuk dapat menghasilkan desain berkualitas yang profesional, mulai dari presentasi, materi pemasaran, grafik untuk media sosial, bahkan resume. 

“Ada kebutuhan yang sangat besar untuk mengubah desain dari proses yang begitu rumit menjadi keterampilan yang dapat dicapai dan dapat diakses oleh semua orang,” ujar wanita berusia 32 tahun ini.  

“Kami ingin Canva menjadi tempat yang dapat dikunjungi, dan karenanya kami membuatnya gratis untuk digunakan. Anda dapat mengunggah gambar Anda sendiri atau memilih dari perpustakaan kami gambar dan ilustrasi premium yang harganya $1. Kami juga memiliki opsi berbayar premium yang memungkinkan kolaborasi yang lebih dekat dalam sebuah tim.” 

Canva sendiri sering dinobatkan sebagai tempat kerja terbaik di Australia. Canva juga berada di urutan pertama “2018 Top Australian Startups” yang dirilis LinkedIn, situs jejaring para pekerja profesional. 

Kesuksesan yang telah diraih Melanie kini juga menjadi sebuah tantangan baginya. Namun, itu membuatnya menjadi bekerja lebih keras lagi.  

“Menjadi entrepreneur wanita di dunia bisnis yang didominasi pria bisa menjadi sulit, tetapi kita harus selalu fokus pada apa yang menjadi visi. Jika saya berpikir bahwa menjadi wanita adalah alasan saya ditolak investor, itu hanya akan baung-buang waktu karena itu jelas sesuatu yang tidak bisa diubah. Saya selalu menuangkan energi, waktu, dan kreativitas kepada hal-hal yang bisa diubah.” 

Selain dikenal sebagai pebisnis sukses dan miliarder, Melanie juga terkenal rendah hati dan dermawan. Akhir 2019 lalu, Melanie mengumumkan bahwa Canva akan bergabung dengan gerakan 1 persen, yakni menyumbangkan 1 persen dari ekuitas, laba, dan sumber dayanya untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Selain itu, Canva juga merilis Canva for Education yang bisa diakses gratis oleh pelajar dan guru di seluruh dunia. 

Salah satu saran yang diberikan Melanie atas kesuksesan yang telah ia peroleh adalah berani untuk memulai. “Jika saya mendengarkan semua orang yang meragukan, tahu statistik tentang berapa banyak pemula yang gagal atau menyadari semua yang harus saya pelajari untuk membuat Canva sukses, maka saya tidak akan pernah memulai,” pungkas Melanie.

Melanie Perkins, CEO Canva Yang Kini Orang Terkaya Ke 3 Di Australia Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Fauzi Rahmat

0 comments:

Post a Comment