Kisah Inspiratif Seorang Ayah, Kerja Sebagai Buruh Tani dan Antar Sekolah Anak Tiap Hari
Psikolog Rosliani Verauli menyebut peran ayah dalam mendidik anak sangat penting. Anak bisa akan bisa lebih percaya diri dan berani dalam menjalani hidup.
"Anak akan belajar dari ayah tentang pemimpin, social skills, nilai-nilai sosial. Yang paling penting itu ya kalau keluarganya sehat," ujar Vera. Vera mengatakan dalam struktur keluarga yang berjalan dan berfungsi dengan baik, ayah akan berperan sebagai decision maker.
Sementara, ibu akan berperan sebagai pelaksana terkait pemenuhan kebutuhan yang bersifat emosional. Peran ayah dalam pendidikan emosional anak juga bisa ditumbuhkan saat berinteraksi bersama. Anak baik laki-laki maupun perempuan bisa belajar tentang gender dari sosok ayah.
"Dinamika anak dan ayah, itu sangat menentukan bagaimana kelak anak menghayati konsep diri, peran gender, dan seksualitas. Ini memberikan model tentang relasi yang sehat pada kemudian hari," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.
Diceritakan kepada Kompas.com, berikut dua kisah tentang ayah inspiratif memperingati Hari Ayah Nasional yang jatuh setiap tanggal 12 November. Antar sekolah setiap hari Fawzia Alfiana Dewi (27) masih ingat betul saat ayahnya, Dwi (57) mengantarkannya setiap hari berangkat sekolah ke SD Al Falah Surabaya.
Tumbuh besar di Griya Kebraon Barat Surabaya, ayahnya selalu mengantarkan Fia bersama dua adiknya pergi ke sekolah yang berbeda lokasi sebelum berangkat ke kantor. "Naik motor jauh ke kantornya. Pagi-pagi bonceng tiga anak, aku sama dua adikku," ujar Fia.
Adiknya yang pertama duduk di depan. Sementara Fia dan adiknya yang lain duduk di bangku belakang. Fia bersama ayah dan adiknya setiap pagi menempuh rute perjalanan yakni Griya Kebraon Barat - ke SD Muhammadiyah 15 Mastrip Surabaya - SD Al Falah Surabaya. Perjalanan Fia bersama ayah dan dua adiknya menggunakan motor bebek keluaran Suzuki tak selalu mulus.
"Pernah dulu lagi dianter terus motornya mogok," kata Fia sambil mengingat masa lalu. Fia merasa sangat bersyukur bila mengingat ayahnya, bekerja pontang panting untuk anak-anak dan istri. Di akhir pekan, ayahnya juga terkadang harus bekerja demi mencukupi kebutuhannya.
"Jadinya sekarang aku, ibu, dan adik-adikku sekarang bisa lebih hidup enak dan nyaman," ujar sekretaris di salah satu perusahaan ini. Fia yang akan menikah dalam waktu dekat ini mengaku takut saat melakukan sungkeman kepada ayahnya. Sungkeman merupakan salah satu kegiatan yang lazim dilakukan ketika ingin menikah.
"Aku takut nangis kejer saat sungkeman," kata Fia yang merupakan lulusan Universitas Indonesia. Pesan ayahnya saat menempuh ilmu juga tergolong sederhana. Saat Fia bertanya kepada ayahnya, "Pak, bapak pengen aku jadi apa?". Ayahnya menjawab, "Cukup jadi orang baik saja."
Yang penting anak sekolah Lihat Foto Supratman (24) bersama ayah dan ibunya.(Dok. Supratman) Lain lagi cerita Supratman (24), anak keempat dari lima bersaudara. Lahir dari keluarga sederhana di Desa Grabag, Kutoarjo, Jawa Tengah, ayah bekerja sebagai buruh serabutan yakni buruh tani dan pemetik kelapa di kebun.
"Setiap harinya, bapak menjual hasil memetik kelapa kepada pengepul dan mendapatkan upah dari hasil penjualan memetik kelapa," ujar Supratman. Upah dari hasil penjualan digunakan untuk kebutuhan kami sehari-hari dan bahkan untuk biaya sekolah.
Senantiasa berjuang tiada henti, berbuah hasil menyekolahkan kelima anaknya untuk dapat lulusan SMA dan yang masih berjuang di Universitas Negeri Yogyakarta. "Terima kasih ya pak karena semangat juang bapak yang tiada henti demi masa depan anak-anakmu agar lebih baik," tambahnya.
Pesan ayahnya kepada Supratman saat sekolah dalam bahasa Jawa yaitu "Bapak Mamak ora iso menei opo opo, gur iso nyekolahke, Sinau sing temen. Wong tua ora sekolah sing penting koe bisa sekolah."
Pesan itu berarti, "Ayah ibu tidak bisa memberi apa apa ,hanya bisa menyekolahkan. Belajarlah yang sungguh sungguh. Orangtua tidak sekolah yang penting kamu bisa sekolah."
0 comments:
Post a Comment