Monday, February 4, 2019

Dari Penjual Telur Lalu Punya Perusahaan Taksi Terbesar, Begini Kisah Sukses Bos Blue Bird


 Dari Penjual Telur Lalu Punya Perusahaan Taksi Terbesar, Begini Kisah Sukses Bos Blue Bird

Taksi merupakan transportasi umum yang populer di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Ketika kamu berada di jalan, tak sulit menemukan taksi yang berlalu Lalang dengan warna yang beragam. 

Taksi memberikan kelebihan yang tidak dimiliki beberapa transportasi umum lain. Beberapa taksi menyediakan layanan pesan di tempat ataupun menyediakan berbagai macam tipe mobil sesuai dengan kebutuhan.  

Salah satu taksi terkenal yang ada di Indonesia adalah Bluebird. Mulai dari jalanan yang padat hingga bandara, taksi yang identik dengan warna biru ini bisa dengan mudah ditemukan. 

Popularitasnya ini sebanding dengan keuntungan yang didapat oleh Bluebird. Tahun 2018, Blue bird berhasil mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 4,21 triliun. Penghargaan sebagai “Brand Of The Year” juga pernah diberikan pada Bluebird dalam ajang World Branding Awards pada Tahun 2019. 

Hari ini Bluebird dikenal sebagai perusahaan besar, namun kesuksesannya sebagai salah satu perusahaan tak lepas dari seorang perempuan pekerja keras bernama Mutiara Siti Fatimah Djokosetono. Ia adalah penemu dari taksi Blue Bird. 

Sejak kecil, Wanita kelahiran Malang, 17 Oktober 1921, ini sudah mencicipi pahitnya hidup. Akibat keluarganya mengalami kebangkrutan, Mutiara terpaksa harus menghadapi apa yang Namanya keterbatasan. Semua yang dimilikinya dulu lenyap, dan membuatnya harus mengalami kekurangan, bahkan untuk hal-hal penting seperti makanan atau pakaian. 

Selepas SMA, Mutiara pergi ke Jakarta untuk berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Selama di Jakarta, ia tinggal bersama pamannya yang memiliki rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. 

Saat kuliah juga Mutiara bertemu dengan belahan hidupnya, seorang dosen yang mengisi mata kuliahnya serta memiliki jabatan sebagai Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Djokosoetono. Pernikahan ini menghadirkan 3 orang anak, yakni Chandra Suharto, Mintarsih Lestiani, dan Purnomo Prawiro. Mereka menikah dan tinggal di Menteng. 

Sebagai seorang istri dan ibu, Mutiara tetap bekerja keras untuk membantu keluarga sederhananya lewat bisnis yang ia coba bangun. Ia menjual kain batik dari rumah ke rumah tanpa sedikitpun rasa malu mengingat Menteng pada saat itu dikenal sebagai salah satu pemukiman elit dengan rumah mewah.  

Perjuangan Mutiara pun semakin diterjang masalah yang lebih berat. Suaminya sakit dan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Ia berusaha untuk menutupi biaya pengobatan suaminya itu dengan membuka bisnis telur. 

Ia memasok telur dari Kebumen, Jawa Tengah. Saat itu, telur masih menjadi makanan yang tak tersentuh oleh semua kalangan, singkatnya makanan orang kaya. mutiara berhasil mendapatkan peningkatan dalam bisnis barunya ini. Sayangnya, sang suami harus meninggalkan dirinya dan ketiga anaknya terlebih dahulu pada 6 September 1965.  

Mengawali bisnis dengan mobil bekas 

Meski harus menjalani hidup tanpa sang suami, Mutiara tetap tegar dan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kali ini, ia memikirkan sebuah cara untuk mendapatkan uang dari 1 mobil sedan opel dan Mercedes bekas yang diberikan oleh lembaga yang menjadi tempat mendiang suaminya menjabat. 

Mutiara memikirkan sebuah konsep bisnis yang belum ada sebelumnya. Ia memikirkan sebuah taksi yang tarifnya dihitung per meter. Selain itu, ia juga memanfaatkan telepon rumah untuk menerima pesanan sehingga taksi meluncur ke lokasi. 

Chandra, anak sulung Mutiara dipilih sebagai supir pertama dari bisnis yang ia bangun. Karena kepandaian Chandra dan pandainya Mutiara dalam mengelola usaha taksinya, usaha rintisannya tersebut menjadi besar dengan nama “Chandra Taksi” sebagaimana nama supir pertamanya. 

Popularitas Chandra Taksi semakin meningkat. Mutiara berhasil menambah mobil berkat keuntungan yang ia dapat dari bisnis tersebut, bahkan hingga 60 buah. 

Mutiara mulai mencoba untuk melebarkan bisnisnya lewat kebijakan Gubernur Jakarta saat itu, yakni Ali Sadikin yang memberikan izin operasional resmi bagi taksi. Namun, hal ini justru menjadi tantangan bagi Mutiara. Bisnis taksi yang awalnya beroperasi di sekitaran Menteng lalu semakin meluas ke daerah lain ini mencoba untuk meningkatkan jangkauannya. 

Sayangnya, upaya untuk mengajukan izin ditolak oleh pemerintah akibat bisnisnya masih tergolong kecil. Namun, Mutiara  tidak kehabisan akal. Ia menghimpun istri janda pahlawan untuk menyatakan sikap kepada Ali Sadikin. Ia memilih istri janda pahlawan karena istri janda pahlawan juga menjalin kerjasama dengan Mutiara dalam bentuk meminjamkan mobil-mobilnya untuk dipakai sebagai taksi.
 
Narasi yang dibawa oleh Mutiara dan kawan-kawannya adalah pernyataan bahwa kelayakan perempuan menjadi pemimpin perusahaan. Aksi unjuk rasanya pun berhasil, Mutiara diberi izin oleh Ali Sadikin untuk mengoperasikan bisnis taksinya. 

Diambil dari dongeng 

Perjuangan Mutiara hingga Namanya berada di profil orang sukses sungguh memerlukan keteguhan dan kesabaran. Selain itu, Mutiara juga mampu untuk membuat inovasi dalam berbisnis. 

Mutiara mencoba untuk memberikan pelayanan terbaik bagi armada taksinya. Bukan hanya dari fasilitas, tetapi juga kualitas supir Bluebird. Wanita itu mengajarkan supir-supirnya agar menerapkan sopan santun serta rasa memiliki terhadap taksinya. Ia juga menerapkan sistem agrometer yang kemudian menjadi trendsetter sehingga diikuti perusahaan-perusahaan taksi lain. 

Adapun ia memilih ”Blue Bird” sebagai nama perusahaannya karena tak lepas dari salah satu dongeng Eropa favoritnya. Dongeng yang ia ketahui saat tinggal di Belanda ini menceritakan seekor burung berwarna biru yang mengajarkan kerja keras dan kejujuran kepada seorang gadis.  

Logo burung yang diciptakan oleh Pematung asal Yogyakarta, yakni Hartono, ini mulai membentangkan sayapnya di jalanan Jakarta. Bersama PT Sewindu Taxi, Blue Bird memiliki sekitar 200 taksi. 

Angka tersebut melonjak pesat. Tahun 80 an, Armada Bluebird memiliki sekitar 2000 taksi, dan hampir mencapai angka 5000 mobil pada tahun 90 an. Bisnis sederhana tersebut berubah menjadi bisnis yang tertata rapi, baik dari segi pengelolaan maupun pelayanan. 

Inovasi-Inovasi juga terus dilakukan dalam bisnis ini. selain Blue Bird, terdapat juga Silver Bird dan Golden Bird. Perusahaan yang beroperasi di Jakarta ini juga kian melebar hingga ke kota-kota lain seperti Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Manado, Lombok, dan Bali.  

Mutiara bekerja keras untuk terus mengembangkan bisnis yang ia rintis hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya pada Tahun 2000 Akibat kanker paru-paru. Namun, kerja keras pahit selalu berbuah manis. Blue Bird hari ini menjadi salah satu armada taksi terbesar di Indonesia, yang tetap terbang tinggi, tak Lelah melawan terpaan waktu.

Dari Penjual Telur Lalu Punya Perusahaan Taksi Terbesar, Begini Kisah Sukses Bos Blue Bird Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Fauzi Rahmat

0 comments:

Post a Comment