Kisah Peternak Cacing Beromzet 500 Juta Rupiah Perbulan
Ketekunannya memelihara cacing sejak 8 tahun silam membuat Joko Siswanto, warga Desa Banyudono, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, menuai kesuksesan. Tak tanggung-tanggung, omzet dari beternak cacing yang dilakukannya hampir mencapai Rp 500 juta per bulan.
Dalam sebulan, Joko mengaku mampu mengirim 2 hingga 4 ton cacing hidup ke sejumlah perusahaan pengolahan pakan ternak sampai ke perusahaan farmasi. Dengan rata-rata harga Rp 40.000 per kilogram, Joko mampu meraup omzet hingga Rp 160 juta per bulan.
"Pengiriman dari Magetan saja setiap bulan 2 ton. Kalau se-Karesidenan Madiun, minimal 4 ton," ujar Joko saat ditemui di rumahnya, Senin (3/2/2020). Selain cacing, kotoran dari cacing yang biasa disebut kascing atau bekas cacing juga mempunyai nilai jual yang sangat tinggi. Kascing dari peternakan cacing milik Joko tersebut akan menjadi pupuk organik yang bagus untuk segala macam tanaman.
Dalam sebulan, dia mengaku bisa mengirim 75 ton kascing ke daerah Papua dengan harga Rp 2.300 per kg. "Dari kascingnya saja sudah lebih dari Rp 170 juta per bulan," kata Joko. Pangsa pasar cacing, menurut Joko, masih sangat terbuka lebar karena rekanannya di bidang perusahaan farmasi, kosmetik, serta perusahaan pakan ternak tak pernah membatasi kuota pengiriman cacing.
Bahkan, serapan pasar terbesar dari cacing yang memiliki protein tinggi tersebut justru dari bidang peternakan dan perikanan. Cacing-cacing tersebut sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan pakan ikan ataupun pakan ayam. "Pasar yang besar justru untuk permintaan pakan ternak. Ada juga permintaan dari peternak belut ekspor," kata Joko.
Dari bankir sampai memungut sampah sayur Meski menuai suskes, perjalanan budidaya cacing Joko dimulai dari kisah pahit kebangkrutannya dalam berbisnis perbankan dan rental mobil. Saat bangkrut, Joko selalu kebingungan untuk bepergian karena tak lagi memiliki kendaraan, meski hanya satu sepeda motor. Semua kendaraan yang pernah dimilikinya sudah terjual untuk menutup utang.
Berbekal motor pinjaman dari saudaranya yang bekerja di sebuah bengkel, Joko kemudian keliling mencari peluang usaha yang bisa dilakukan tanpa modal. Kebetulan, saat masih memiliki usaha rental mobil, dia memiliki pelanggan tetap, yakni Ustaz Imam. Pelanggannya ini sering menyewa mobil miliknya untuk mengirim cacing yang dibudidayakan ke Kota Malang.
Melalui Imam, Joko kemudian belajar membudidayakan cacing. Keterbatasan modal membuat Joko harus memanfaatkan kayu bekas kotak kemasan barang yang banyak berserakan di pasar untuk membuat kandang cacing. Adapun untuk pakan cacing, dia memungut sisa sayur-mayur yang sudah layu dan mulai membusuk di pasar sayur Magetan. Setiap malam, dia membawa karung untuk mencari sisa sayuran yang dibuang pedagang sayur.
"Setiap malam bawa karung ke pasar sayur, cari sayur sisa yang dibuang. Sisa sayur kan gratis," kata Joko sambil mengenang masa-masa awal usahanya. Seiring perjalanan waktu, usaha Joko berkembang dan permintaan cacing segar untuk pembuatan pakan ternak dan kosmetik serta perusahaan obat-obatan semakin banyak. Joko kemudian menjalin kerja sama dengan sejumlah pembudidaya cacing di Magetan untuk memenuhi permintaan perusahaan.
Melalui kelompok usaha cacing Lumbricus rubellus "Mandiri Sejahtera" di Magetan saja, Joko memiliki 50 anggota. Sementara itu, untuk plasma, Joko memiliki rekanan yang tersebar di 17 kabupaten atau kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sejumlah rekanan pembudidaya cacing di Jawa Barat.
Usaha cacing, menurut Joko, menjadi berkah tersendiri karena saat ini lebih banyak orang yang datang ke rumahnya untuk belajar beternak cacing. Tidak sulit Joko mengatakan, tempat usahanya terbuka untuk siapa saja yang akan belajar budidaya cacing. Menurut dia, budidaya cacing sangat mudah karena peternak cacing tidak perlu repot untuk mengawinkan cacing agar bertelur. Sebab, sifat cacing yang hermafrodit akan kawin dengan sendirinya dan setiap cacing dipastikan bertelur.
Dengan begitu, peternak selamanya tidak perlu membeli bibit cacing. Waktu panen cacing juga terbilang cukup singkat. Sebab, pada usia 40 hari, cacing sudah mengalami perkembangan yang maksimal dan siap dipanen. Saat ini, Joko sedang mengembangkan lokasi edukasi cacing bagi pentingnya keberlangsungan kehidupan.
Di belakang rumahnya, lokasi pembudidayaan cacing juga dilengkapi dengan kebun tanaman jeruk lemon dan tanaman lain, serta kolam ikan dan kandang kambing. Kebun edukasi cacing, menurut Joko, akan mengajak pengunjung memahami pentingnya cacing bagi kesuburan tanah. Joko mengaku akan terus meluangkan waktu untuk memberikan edukasi mengenai cara menjadi peternak cacing yang sukses bagi siapa saja yang ingin belajar. "Untuk pemberdayaan masyarakat, saya siap dipanggil ke mana saja," kata Joko.
0 comments:
Post a Comment