Friday, September 4, 2020

Kisah-Kisah Para Pengusaha di Tengah Pandemi COVID-19, Ada Yang Ternak Cacing


Kisah-Kisah Para Pengusaha di Tengah Pandemi COVID-19, Ada Yang Ternak Cacing

Sektor perekonomian turut terimbas pandemi Covid-19 yang telah terjadi selama delapan bulan di Indonesia. Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan Maret 2020, gelombang PHK terjadi di berbagai daerah. Ini kisah-kisah mereka yang berhasil membalikkan keadaan, mengubah keterpurukan ekonomi menjadi sebuah kesuksesan. 

1. Berhenti jadi sopir dan sukses beternak cacing

Varian Arsyagam Isbandi (27), warga Desa Ngadirejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun menyirami cacing di kolam ternaknya. Mantan sopir rental kini sukses beternak cacing setelah keluar dari pekerjaannya karena terdampak pandemic covid-19.

Salah satu warga yang berhasil bangkit di tengah pandemi adalah Varian Arsyagam Isbandi (27). Rian, demikian sapaan akrabnya, awalnya mengalami masa-masa terpuruk selama kurang lebih tujuh bulan lantaran pandemi. Ia yang mulanya menjadi sopir rental terpaksa berhenti karena sepi penumpang. Padahal ia memiliki dua orang anak dan keluarga yang harus dihidupi. 

Tak menyerah dalam kondisi sulit itu, Rian mencari tahu mengenai budidaya cacing tanah dari saudaranya yang tinggal di Ponorogo. Ia pun mantap memilih beternak cacing tanah lantaran kesulitan mencari kerja di perusahaan. Rian kali pertama memulai bisnisnya pada Juli 2020 dengan modal Rp 35 juta. Uang itu ia peroleh dari tabungan serta utang. Ia lalu membuat kolam cacing tanah di belakang rumah, menyiapkan oven pengering cacing serta membeli dua kuintal bibit. 

Beternak cacing, kata Rian, cukup mudah. Ia hanya perlu menyirami air serta memberi ampas tahu. Rian menuturkan, cacing tanah bisa kawin, bertelur sendiri serta tidak mudah sakit. Cacing tersebut dipanen dua pekan sekali. Sekali panen, 36 kilogram cacing basah bisa dikumpulkannya. "Untuk dijual di pasaran cacing yang dijual harus kering. 

Kalau panen 36 cacing basah maka bila dikeringkan menjadi enam kilogram,” ujar Rian. Cacing lumbricus kering dijual dengan harga Rp 500.000 per kilogram. Artinya, jika sebulan dia panen 72 kilogram cacing basah atau 12 kilogram kering, maka bisa meraup omzet Rp 6.000.000. Selama ini Rian banyak memasok perusahaan jamu, karena cacing dianggap sebagai obat. 

“Biasanya warga membeli untuk mengobati sakit maag , tipus, hingga melancarkan peredaran darah,” kata Rian. Menurutnya, kebutuhan pabrik jamu herbal terhadap cacing kering masih sangat besar. Dari kebutuhan tujuh ton cacing kering, saat ini baru terpenuhi dua ton. Baca juga: Cerita Soalihin, Guru yang Melayani Masyarakat dan Siswa di Pelosok Selama Pandemi Covid-

2. Dari bisnis hotel tekuni bertanam sayuran 

Pandemi Covid-19 menghantam bisnis perhotelan, tak terkecuali yang dikelola oleh warga Manggarai Timur, NTT bernama Kornelis Dola. Sempat kebingungan lantaran hotel sepi pengunjung, Dola memutar otak untuk tetap memiliki penghasilan. Ia lalu membuka sebuah kebun sayur di samping rumahnya di Toka, Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Manggarai Timur. 

Dola pun menggerakkan keluarganya untuk bercocok tanam sayuran. Sayur kangkung darat dan sawi yang awalnya ia pilih. "Kami satu keluarga kerja pagi dan sore. Kasih gembur tanah dan buat bedeng," kata dia. 

Ternyata, keuntungan bertanam sayur cukup menggiurkan. Dalam tempo tiga pekan dengan 18 bedeng, Dola meraup keuntungan Rp 3,6 juta. "Minggu ketiga itu sudah bisa panen. Tidak sangka banyak yang datang beli langsung di kebun," tutur dia. Saat ini, di kebun seluas setengah hektar itu ditanami berbagi jenis sayuran seperti sawi bakso, terung, pare, tomat, dan bayam. "Saya jadi semangat itu karena sudah rasakan hasil panen pertama. Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat uang sebanyak itu dari usaha sayur," kata Dola. 

3. Usaha ikan cupang dan raup puluhan juta 

Arnovian Pratikna (24), warga Jalan Maskumambang 10B, Kelurahan Sogaten, Kecamatan Taman, Kota Madiun menunjukkan salah satu koleksi ikan cupang andalannya. Dengan berjualan ikan cupang di masa pandemi, Arnov meraup omset satu bulan hingga Rp 40 juta.

Bekerja di sebuah event organizer tentu tak mudah jika dihadapkan dengan kondisi pandemi. Namun, lelaki asal Madiun, Jawa Timur bernama Arnovian Pratikna (24) itu tak menyerah. Berawal dari hobinya mengoleksi ikan cupang, Arnov sapaan akrabnya berhasil menghasilkan omzet hingga Rp 40 juta selama sebulan di masa pandemi. 

Baginya, bisnis ikan cupang cukup berpotensi. Arnov memberikan contoh satu ekor ikan cupangnya pernah ditawar Rp 7,5 juta. Ikan cupang bernilai tinggi biasanya adalah ikan yang telah menyentuh ranah kontes atau dilombakan. 

"Bahkan ada satu ikan giant (salah satu jenis ikan cupang) ditawar dengan tukar sepeda motor Honda Beat tahun 2014 plus Rp 5 juta," kata Arnov. Di masa pandemi, rupanya ikan cupang makin digemari dan dicari. Bagi kolektor, memelihara ikan cupang menjadi hiburan tersendiri. Peluang itu ditangkap oleh Arnov. 

Lulusan D3 Komunikasi UNS tersebut kini memiliki ribuan ekor ikan cupang dari usaha budidayanya. Ikan-ikan itu dikembangbiakkan di lahan rumah. Untuk penjualan, Arnov melakukan melalui media sosial dan dibantu oleh rekan-rekannya. 

4. Masker kain jumputan, strategi di tengah pandemi 

Belum genap satu bulan memulai bisnis kain jumputan khas Palembang, pandemi Covid-19 menyerang Indonesia.   Angel Eva Christine pun dihadapkan pada kesulitan yang bisa saja berujung pemecatan karyawan-karyawannya.   

Namun, ia tak pasrah pada keadaan.   Angel, sapaan akrab warga Palembang itu berinovasi hingga menelurkan produk yang berhasil 'menyelamatkan' pegawai-pegawainya.   Masker berbahan kain jumputan khas Palembang, itulah produk yang dikembangkan olehnya.   

Tak diduga, masker jumputan yang dihargai sekitar Rp 23.500 per helai itu mendapat sambutan hangat dari publik.   Ia mendapatkan bahan baku dari perajin di Ogan Ilir kemudian memrosesnya menjadi sebuah masker yang unik dan cantik.  

Tak heran, masker jumputan Angel kini digunakan selebritis serta dipesan masyarakat di berbagai pelosok daerah.   "Selain Jakarta, masker kain Jumputan ini juga dipesan sampai ke Surabaya, Kalimantan, Maluku Utara dan Papua," kata Angel saat ditemui di kediamannya, Rabu (2/9/2020). Baca juga: Masker Kain Jumputan Palembang, Strategi Saat Pandemi hingga Digandrungi Artis   

5. Gula aren, andalan warga Tasikmalaya di tengah pandemi 

Pandemi membuat banyak warga di Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya kehilangan pekerjaan di kota.   

Mereka yang sempat mengalami kekecewaan, kembali ke kampung dan menata semangat untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi.   Didukung oleh potensi alam berupa ribuan pohon aren di kampungnya, warga pun memproduksi gula aren.   

"Di sini terdapat hampir 3.000 pohon aren yang dimanfaatkan warga yang ahli mengambil air nira untuk membuat gula aren murni," kata Kepala Desa Sukapada Achmad Hidayat   Sebelum pandemi, perajin gula aren di wilayah itu didominasi oleh kaum lanjut usia.   Namun kini, anak-anak muda turut bergerak mengambil air nira hingga memrosesnya menjadi gula aren alami.   Setiap hari, warga bisa memproduksi 15 kilogram gula aren.   Gula tersebut dijual seharga Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per kilogram.   

Manisnya gula aren khas Desa Sukapada itu bisa menarik banyak pembeli dan membuat kehidupan masyarakat tetap berjalan baik meski di tengah pandemi.   Dari gula aren yang dihasilkan, masyarakat bisa memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluarga.   "Saya dan suami tiap hari mengandalkan hidup dari pembuatan gula aren. Ilmunya saya dapatkan dari kedua orangtua kami. Alhamdulillah, selama ini bisa menjadi penghasilan kami sehari-hari," ujar Ani (34).



Kisah-Kisah Para Pengusaha di Tengah Pandemi COVID-19, Ada Yang Ternak Cacing Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin

0 comments:

Post a Comment