Kisah Irma, Dipecat karena Kanker Payudara Lalu Sukses Jualan Pasta
Dunia siapa yang tak runtuh, saat hendak menikah ternyata dokter menjatuhkan vonis kanker payudara. Inilah situasi yang dihadapi Irmaya Haryuni 11 tahun lalu.
Irma yang saat itu berusia 27 tahun rasanya tak sanggup menjelaskan kondisinya pada calon suami dan keluarga besar mereka. Irma bahkan sudah pasrah kalau pernikahan itu harus ditunda atau malah dibatalkan.
"Tapi di luar dugaan, calon suami justru mendukung untuk melakukan operasi. Keluarga besar pun demikian," kata Irma pada Basra, Jumat (4/10).
Dengan dukungan penuh dari laki-laki yang kini resmi jadi suaminya, lalu kehadiran keluarga, dan tekad untuk sembuh, Irma pun melakukan operasi seminggu pasca diagnosa dokter.
Pasca operasi, Irma harus menjalani serangkaian pengobatan, diantaranya 6 kali kemoterapi dan 30 kali radiasi selama kurang lebih antara 6 hingga 8 bulan. Kemudian dilanjutkan terapi hormon dengan mengonsumsi obat tamoxifen selama 5 tahun.
"Saya merasakan support luar biasa dari keluarga dan orang-orang terdekat. Dan itu sangat penting bagi kesembuhan pasien kanker payudara," imbuhnya.
Pasca operasi, Irma harus menjalani serangkaian pengobatan, diantaranya 6 kali kemoterapi dan 30 kali radiasi selama kurang lebih antara 6 hingga 8 bulan. Kemudian dilanjutkan terapi hormon dengan mengonsumsi obat tamoxifen selama 5 tahun.
"Saya merasakan support luar biasa dari keluarga dan orang-orang terdekat. Dan itu sangat penting bagi kesembuhan pasien kanker payudara," imbuhnya.
Ujian Irma tak berhenti di sana. Saat Irma merasa mulai kuat untuk kembali bekerja seminggu pasca operasi, Irma justru mendapat kabar buruk dari perusahaan tempatnya bekerja.
Irma harus menerima kenyataan pahit karena diberhentikan dari tempatnya bekerja hanya karena mengidap kanker payudara. Tentu saja hal itu menjadi pukulan berat bagi Irma. Ia kembali down dan krisis kepercayaan diri mulai timbul.
Saat terpuruk, Irma merasa seolah-olah dunia sudah menolaknya sebagai penderita kanker payudara. Di saat teman-teman seusianya sudah memiliki karir yang bagus, Irma justru harus berkutat dengan sakitnya dan penolakan di banyak perusahaan.
"Saya merasa kanker payudara sudah merenggut impian saya untuk berkarir di dunia yang saya cintai. Tapi saya tetap berusaha menjalani pengobatan dengan semangat untuk bisa sembuh agar saya bisa membangun mimpi saya lagi, bisa bekerja kantoran di tempat lain," kisahnya.
Di sela-sela banyak waktu senggangnya, Irma iseng berjualan pasta panggang secara online. Irma mulai banyak menghabiskan waktu untuk belajar mengenai marketing online.
"Saya tekuni bisnis saya hingga sekarang dan Alhamdulilah, Tuhan memberikan saya rejeki dari bisnis ini. Tanpa harus kerja kantoran, hanya di rumah saja. Meskipun dulu saya sempat menyalahkan Tuhan mengapa memberikan cobaan kepada saya begitu berat. Tapi ketika saya menjalani dengan ikhlas dan tetap optimis, ternyata ada hikmah besar yang saya rasakan," ujarnya sumringah.
Selain disibukkan dengan kegiatan bisnisnya, Irma juga menjadi relawan di komunitas peduli kanker payudara, Reach to Recovery Surabaya (RRS). Saat mengabdikan diri sebagai relawan, Irma menjumpai beberapa penderita kanker payudara di usia muda.
"Saya bertemu beberapa penderita kanker payudara di usia muda, dibawah 30 tahun juga. Saya pun memotivasi mereka dengan berbagi pengalaman seperti yang saya alami dulu. Saya support mereka secara mental dan sharing tips seputar bagaimana bisa survive untuk ke depannya," ujarnya.
Irma lantas berpesan kepada remaja putri agar tidak pernah meremehkan benjolan sekecil apapun di sekitar tubuh. Ia juga meminta remaja putri untuk memperbanyak membaca informasi seputar kanker payudara. Pada tahun 2008 Irma menemukan benjolan kanker di payudara pun saat sedang mandi.
"Kenali gejalanya dan jangan takut melakukan pemeriksaan ke dokter kalau ada apa-apa," simpulnya.
0 comments:
Post a Comment